
PEKAN BARU, Derap1News – Upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengungkap dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) melalui PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) kembali menemui hambatan.
Direktur Utama PT SPRH, Rahman, yang telah dua kali dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi, kembali mangkir dari pemeriksaan penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Riau pada Selasa, 8 Juli 2025.
“Kami sudah melayangkan pemanggilan kedua, namun yang bersangkutan kembali tidak hadir,” tegas Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Riau, Zikrullah, Selasa sore.
Tidak hanya Rahman, sejumlah saksi kunci lainnya juga absen dari panggilan resmi penyidik. Di antaranya Zulkifli, penasihat hukum PT SPRH yang disebut-sebut menerima aliran dana senilai Rp45 miliar dari BUMD Rokan Hilir untuk pembelian kebun kelapa sawit.
Direktur Keuangan PT SPRH, Mahendra Fajri, juga turut mangkir. “MF selaku Direktur Keuangan tidak hadir,” lanjut Zikrullah.
Dari empat saksi yang dipanggil hari ini, hanya satu orang yang memenuhi panggilan, yakni Bendahara PT SPRH, Sundari.
Situasi ini disorot sejumlah awak media yang sejak pagi menanti kehadiran para saksi di halaman Kantor Kejati Riau. Hingga pukul 14.30 WIB, suasana tampak sepi tanpa tanda-tanda kehadiran pihak-pihak yang dipanggil.
Dugaan korupsi yang disidik ini berkaitan dengan pengelolaan dana PI sebesar Rp551,4 miliar selama tahun anggaran 2023 hingga 2024. Berdasarkan informasi yang dihimpun, dana tersebut diduga kuat tidak digunakan sesuai peruntukan dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Penyidikan kasus ini dimulai pasca temuan awal yang mengindikasikan adanya penyimpangan saat proses penyelidikan. Status perkara resmi ditingkatkan ke penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-06/L.4/Fd.1/06/2025, tertanggal 11 Juni 2025.
Sebagai bagian dari langkah hukum, pada 2 Juli lalu, tim penyidik telah menggeledah kantor PT SPRH serta beberapa kediaman mantan direksi perusahaan di Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir. Sejumlah dokumen penting disita sebagai barang bukti.
Dengan besarnya potensi kerugian negara dan keterlibatan sejumlah pihak strategis, publik menaruh perhatian besar terhadap jalannya proses hukum kasus ini. Kejati Riau pun menghadapi tantangan untuk memastikan para saksi bersikap kooperatif guna memperlancar jalannya penyidikan.
“Bagi saksi yang tidak hadir, akan kami panggil kembali sesuai prosedur,” tegas Zikrullah kepada media
Kasus ini kini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum di Riau. Publik berharap Kejati tidak hanya fokus pada formalitas pemanggilan, tetapi juga mengupayakan langkah hukum tegas bagi pihak-pihak yang tidak kooperatif.
Terkait hal ini Ketum Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) Ir. Ganda Mora S.H M.Si turut menyikapi atas ketidakhadiran Direktur Utama PT. SPRH, Rahman SE DKK, Jika sampai tiga kali Rahman SE dan Direktur Keuangan tidak hadir segera panggil paksa yang bersangkutan. Jadi jangan coba-coba untuk bermain mata dalam kasus ini.
Karena, menurutnya, jangan karena Dirut Rahman dan lain-lain punya jaringan luas, kasus ini diulur-ulur sebab di mata hukum semuanya sama, tidak ada perbedaan apapun. Kami hanya ingin agar kasus ini segera terungkap termasuk Zulkifli SH yang merupakan pengacara PT SPRH wajib diusut tuntas. jelas Ganda Mora.Rabu 9 Juli 2025.
Harapan laporan Lembaga INFEST nomor : 78 /Lap-Inpest/VII/2024 tertanggal 15 Juli 2024 yang ditujukan ke Kajagung RI atas Dugaan Korupsi Pengelolaan Penerimaan Dana PI 10% dari PT. PHR yang dikelola oleh PT SPRH periode Tahun 2023 – 2024 segera ada pihak yang ditersangkakan mengingat laporan kami sudah berjalan 1 Tahun lamanya. Ungkapnya.
Kasus penyidikan perkara dugaan tindak pidana pengelolaan penerimaan Dana Participating Interest (PI) 10% dari PT. Pertamina Hulu Rokan yang dikelola oleh PT SPRH periode Tahun 2023 – 2024 ini baru dinaikkan statusnya menjadi penyidikan sejak 11 Juni 2025.” Tutup Ganda Mora .




Komentar