Rohil,derap1News- Sejak beredarnya surat yang sifatnya “Rahasia” dari Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI kepada Plt Bupati Rohil H.Sulaiman terkait hal Panggilan kepada dirinya,
Surat yang bersifat Rahasia tersebut langsung viral beredar
pemberitaan di beberapa media online lokal serta
di beberapa media sosial Face book (FB) dan beberapa Group WhatsApp di Kabupaten Rohil .
Dalam isi surat Inspektorat Jendral Kemendagri tertanggal 18 Oktober 2024 tersebut meminta Plt Bupati Rohil untuk dapat hadir pada tanggal 22 Oktober 2024 tanpa diwakili dan menghadap Plh Inspektorat Khusus Kemendagri untuk memberikan Penjelasan klarifikasi atau informasi, surat ini dilayangkan atas laporan masyarakat terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Plt.Bupati Rohil .
Beredarnya surat ini memicu beragam reaksi di kalangan masyarakat Rohil, terutama di tengah situasi kampanye menjelang Pilkada yang semakin memanas.
Sebagian masyarkat menduga bahwa surat panggilan itu karena Plt Bupati Rohil H.Sulaiman melakukan dugaan penyaahgunaan wewenang jabatan memberhentikan dan mengangkat 20 orang Pjs Penghulu baru di Kabupaten Rohil menjelang Pilkada .padahal dalam surat tersebut tidak dijelaskan apa penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Plt Bupati Rohil
Sebagian lagi menduga bahwa pemberhentian dan pengangkatan Pj Penghulu tersebut sudah sesuai dengan Undang Undang dan merupakan solusi tepat untuk menjaga netralitas aparatur desa menjelang Pilkada diharapkan tidak ada kepentingan politik dari pihak yang diangkat, sehingga pelayanan publik di desa tetap berjalan dengan baik.
Salah seorang Pensiunan PNS yang tidak mau namanya disebutkan merasa aneh, surat yang sifatnya rahasia kenapa bisa berseleweran bebas di media sosial, ” Ungkapnya .
” Surat yang bersifat rahasia dari instansi seperti Inspektorat Jenderal Kemendagri biasanya termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan sesuai dengan Pasal 17 huruf (e) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
yaitu mengungkapkan rahasia jabatan negara.
” Penyebarluasan dokumen semacam itu dapat melanggar hukum dan menimbulkan konsekuensi pidana atau administratif. Oleh karena itu, penyebaran surat bersifat rahasia kepada publik bertentangan dengan ketentuan dalam UU KIP. ” Ungkapnya kepada media ini .
Terkait Polemik pro kontra atas Kebijakan yang dilakukan oleh Pj Bupati Rokan Hilir ini , Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) menanggapi polemik ini , “bahwa surat dari Dirjen Bina Pemerintahan Desa dengan tegas melarang perangkat desa terlibat dalam kampanye dan bila dilakukan dapat diberhentikan sementara atau diberhentikan dari jabatannya, sehingga mutasi terhadap penghulu yang melanggar UU harus di jatuhkan sanksi sesuai dengan arahan UU, Kebijakan yang dilakukan oleh Pj Bupati Rokan Hilir sudah benar dan tidak melanggar UU ,”
Namun di sisi lain pihak Dirjend Inspektorat Dalam Negeri memanggil Pj Bupati Rokan Hilir dengan panggilan khusus tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu kami anggap sebagai kekeliruan dan tidak sinkron nya antara Dirjend Bina Pemerintahan Desa dengan Dirjen Inspektorat, seakan akan pj Bupati Rokan hilir melakukan pelanggaran berat,
Sebagai masyarakat awam tentu jadi bingung terkait permasalahan tersebut seakan akan ada konflik kepetingan sebut Ir.Ganda Mora,SH,.MSi selaku Ketua DPN Independen Pembawa Suara Transparansi ( INPEST) kepada wartawan senin( 21/10.202
Diketahui pelaksanaan Peraturan terbaru pertanggal 4 (empat) Oktober 2024 bersifat Segera yang di keluarkan oleh Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Pemerintahan Desa yang ditandatangani oleh Dirjen BPD ditujukan kepada Pj Gubernur Riau Nomor 100.3.3/5036/BPD yaitu tentang Tanggapan atas penunjukkan penjabat Penghulu (Kepala Desa) dan netralitas Pemerintah Desa di Kabupaten Rokan Hilir.
Lahirnya Peraturan tegas dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Dirjen BPD tersebut karena surat Plt Bupati Rokan Hilir Nomor 410/DPMK/2024/304 pertanggal 26 September 2024 hal penunjukan Pj Penghulu (Kepala Desa) dari PPPK dan Nomor 410/DPMK/2024/309 tanggal 26 September 2024 hal tentang netralitas ASN dan sebagai Pj Penghulu dan Perangkat Desa.
Dimana dalam surat balasan ini dengan jelas menegaskan bahwa hal pokok yang disampaikan dalam surat adalah permohonan arahan dan pendapat hukum atas penerbitan surat Keputusan Bupati tentang pengangkatan PPPK sebagai Pj. Penghulu serta laporan Plt Bupati Rokan Hilir yang akan melakukan upaya pembinaan dan tindakan sangsi bagi Pj Penghulu dan perangkat Kepenghuluan yang melakukan pelanggaran Pilkada.
Kemudian, dalam surat dengan nomor Nomor 100.3.3/5036/BPD yang bersifat segera ini di jabarkan bahwa landasan hukum undang- undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir undang -undang nomor 3 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa antara lain
1) pasal 29 huruf b menyatakan bahwa ” Kepala Desa dilarang membuat keputusan sendiri yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan atau golongan tertentu.
2) pasal 29 huruf g menyatakan bahwa Kepala Desa dilarang ikut serta dan atau terlibat dalam kampanye Pemilihan umum dan atau Pilkada. Lalu pada angka 3 (tiga) seterusnya hingga ke poin 7 dan seterusnya.
Puncaknya ditegaskan pada angka 8 pasal 52 ayat (1) menyatakan bahwa ” Perangkat Desa yang melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 51 dikenakan sangsi administratif berupa teguran lisan dan atau Tertulis ”
Tidak hanya sampai disitu, selanjutnya pada ayat 2 menyatakan ” Dalam hal sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan Pemberhentian Sementara dan dapat dilanjutkan dengan Pemberhentian ”
Setelah itu angka 9 (sembilan) pasal 114 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Kota khususnya pembinaan manajemen Pemerintahan Desa dan sama dengan poin ke 10.
Lebih lanjut adapun Perintah yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Dirjen Bina Pemerintahan Desa menyebutkan bahwa undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana telah diubah PP Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Poin 1 pasal 280 ayat (2) huruf a dan i seterusnya. Poin 2 pasal 280 ayat (3) dan seterusnya dan poin 3 (tiga) pasal 494 menyatakan bahwa ” Setiap Aparatur Sipil Negara (AN) TNI, POLRI, Kepala Desa, Perangkat desa, dan atau anggota badan Permusyawaratan Desa yang melanggar larangan sebagai dimaksud pada pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).
Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-undang nomor tahun 2014 tentang Desa dan seterusnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Gubernur selaku wakil dari Pemerintah Pusat untuk melakukan Pembinaan dan Pengawasan kepada Pemkab Rohil yang pada intinya poin b menugaskan Plt Bupati Rokan Hilir untuk melakukan sosialisasi terkait substansi Penyelenggaraan Pemerintah Desa kepada seluruh PNS di lingkungan Pemkab Rohil, untuk selanjutnya dilakukan Pemetaan terhadap pengangkatan Penjabat Kepala Desa dengan mempertimbangkan lokasi tempat tinggal PNS dan lokasi desa Penempatan Penjabat Penjabat Desa.
Selanjutnya, melakukan pengawasan terhadap Pemkab Rohil dalam melakukan upaya pembinaan dan tindakan sangsi bagi Penghulu, Pj Penghulu dan Perangkat Kepenghuluan Desa yang melakukan pelanggaran Pilkada sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a . ” Pungkas nya .