
Pekanbaru,Derap1News – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Perkumpulan Ummat Pentakosta Indonesia (DPW PERKUPI) Provinsi Riau,
J Sinaga, menyampaikan kecaman keras atas peristiwa tragis yang menimpa seorang siswa Sekolah Dasar (SD) berinisial KB (8), yang meninggal dunia diduga akibat menjadi korban perundungan berlatar belakang perbedaan suku dan agama.
Peristiwa memilukan ini menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. KB, siswa kelas 2 SD asal Riau, dilaporkan mengalami tindak kekerasan fisik dari lima orang kakak kelasnya. Bocah malang itu sempat dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka lebam, namun akhirnya meninggal dunia setelah mengalami kondisi kritis selama beberapa hari.
Dalam pernyataannya, J Sinaga menyampaikan duka mendalam dan mengecam keras tindakan perundungan yang diduga dilatari oleh intoleransi terhadap perbedaan keyakinan. Ia menegaskan bahwa bullying, apalagi yang bermuatan diskriminasi SARA, tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun.
Kami dari DPW PERKUPI Riau mengutuk keras tindakan ( Bully) perundungan yang menyebabkan meninggalnya ananda KB. Ini adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang tidak hanya melukai fisik, tapi juga menodai nilai-nilai keberagaman bangsa,” tegas J Sinaga, Sabtu (31/5/2025).
Menurut pengakuan orangtua korban, Gimson Beni Butarbutar, anaknya sudah beberapa kali mengalami perundungan karena latar belakang suku dan agama. Puncaknya terjadi pada pekan lalu ketika KB diduga dipukuli oleh lima siswa kakak kelasnya. Setelah sempat mengalami demam tinggi, muntah darah, dan kejang-kejang, KB akhirnya meninggal dunia pada Senin (26/5) dini hari di RSUD Pematang Reba.
Gimson mengungkap bahwa pihak sekolah sempat dijanjikan untuk mempertemukan orangtua korban dengan orangtua para pelaku, namun upaya itu tak kunjung terealisasi. Situasi ini menambah luka mendalam bagi keluarga yang kehilangan anak mereka dalam kondisi tragis.
J Sinaga juga mendesak aparat penegak hukum dan pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu. Ia menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan agar kejadian serupa tidak terulang dan anak-anak Indonesia bisa tumbuh di lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan inklusif.
“Kami menuntut pihak sekolah, Dinas Pendidikan, dan aparat penegak hukum untuk bertanggung jawab dan memastikan keadilan ditegakkan. Negara tidak boleh kalah oleh intoleransi dan kekerasan dalam bentuk apa pun,” ujar Sinaga.
Kasus ini telah menyulut keprihatinan luas dari masyarakat dan aktivis perlindungan anak. Banyak yang mempertanyakan sistem pengawasan di sekolah serta lambatnya respons terhadap laporan kekerasan antar siswa.
DPW PERKUPI Riau menyerukan seluruh lapisan masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai toleransi, empati, dan persaudaraan, terutama di lingkungan pendidikan.
“Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban karena perbedaan. Sekolah harus menjadi tempat yang aman untuk semua,” tutup J Sinaga.**




Komentar