
Rokan Hilir ,Derap1News – Praktik penerbitan Surat Keterangan Ganti Kepemilikan (SKGR) di lahan yang belakangan dinyatakan sebagai kawasan hutan negara terungkap di Kepenghuluan Sungai Pinang, Kecamatan Kubu Babusalam, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).
Penghulu Sungai Pinang, Hidayattulah, mengakui telah menerbitkan sejumlah SKGR pada tahun 2024–2025. Namun, ia berdalih penerbitan surat tersebut dilakukan berdasarkan surat dasar dari warga, yang menyebut lahan tersebut sebelumnya merupakan lahan Gapoktan sejak tahun 2014.
“Benar ada surat yang saya keluarkan. Itu berdasarkan surat dasar dari masyarakat. Menurut data kami, lahan tersebut pada tahun 2014 adalah lahan Gapoktan dengan luas sekitar 800 x 2.000 meter,” ujar Hidayattulah saat dikonfirmasi, Rabu (17/12/2025).
Ia menegaskan, SKGR yang diterbitkan bukanlah surat penguasaan lahan baru, melainkan surat transaksi jual beli antar anggota Gapoktan dengan pihak lain.
“Surat yang saya terbitkan itu adalah surat transaksi jual beli dari anggota Gapoktan ke orang lain,” tambahnya.
Namun demikian, status lahan tersebut kini dinyatakan masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), berdasarkan hasil pemetaan dan pemasangan plang oleh Tim Patroli UPT KPH Bagansiapiapi di sepanjang Jalan Lintas Kubu Kilometer 25 hingga 29. Kawasan ini berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 adalah Kawasan Hutan Provinsi Riau .
Hidayattulah mengklaim, pihak kepenghuluan baru mengetahui status kawasan hutan negara tersebut setelah adanya tim dari KPH yang turun ke lokasi.
“Kami tahu lahan itu masuk kawasan hutan negara setelah ada tim dari KPH,” katanya.
Sementara itu, hasil investigasi tim media di lapangan menemukan puluhan lembar SKGR yang diterbitkan dalam rentang waktu 2024–2025, serta dugaan praktik jual beli lahan dengan luas mencapai ratusan hektare.
Seorang warga setempat berinisial Tal membenarkan adanya transaksi lahan di kawasan tersebut dan memperlihatkan sejumlah SKGR yang diklaim diterbitkan oleh pihak kepenghuluan.
Temuan ini memicu sorotan publik, mengingat secara hukum, kepala desa atau penghulu tidak memiliki kewenangan menerbitkan surat tanah di kawasan hutan negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap penguasaan atau pemanfaatan kawasan hutan negara tanpa izin berpotensi dikenai sanksi pidana berat.(Red).**




Komentar