
JAKARTA,Derap1news – Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR-DPD RI, Jumat (15/8/2025), berubah menjadi sorotan publik setelah ia membeberkan keberhasilan pemerintah menguasai kembali 3,1 juta hektare lahan sawit ilegal yang selama ini dikuasai kelompok bisnis hitam dengan beking oknum aparat.
“Beberapa tahun lalu kita menerima laporan ada jutaan hektare perkebunan sawit yang melanggar hukum. Ada yang berdiri di hutan lindung, ada yang tidak melaporkan luasnya, ada yang dipanggil BKPP tapi tidak mau datang,” ungkap Prabowo dengan nada tajam.
Mavia Sawit Dibongkar
Presiden menegaskan, praktik mafia sawit selama bertahun-tahun telah merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Para pelaku kerap memanfaatkan celah regulasi, memanipulasi laporan produksi, bahkan memanfaatkan jaringan beking di kalangan aparat dan pejabat untuk melindungi praktik ilegal mereka.
Dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, pemerintah akhirnya berhasil memukul balik dominasi mafia sawit. Dari 3,7 juta hektare yang sudah diverifikasi, 3,1 juta hektare kini resmi kembali ke pangkuan negara, sementara sisanya—sekitar 1,9 juta hektare—masih dalam proses pemburuan.
Negara Tak Lagi Toleran
“Pemerintah Republik Indonesia telah menguasai kembali 3,1 juta hektare lahan sawit yang sebelumnya dikuasai secara ilegal. Sisanya masih dalam proses verifikasi. Kami tidak akan kompromi,” tegas Prabowo.
Ia menegaskan langkah ini bukan sekadar penertiban administratif, melainkan operasi besar penyelamatan aset negara untuk hajat hidup orang banyak.
“Bersama TNI dan Polri, kami pastikan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” katanya mengutip Pasal 33 UUD 1945.
Pesan Keras Kepada Pengusaha dan Beking
Prabowo juga mengirim sinyal keras kepada para pengusaha nakal dan oknum aparat yang selama ini menjadi pelindung mafia sawit. Ia menegaskan negara tidak akan lagi memberi ruang bagi praktik pembiaran. “Yang merasa tidak setuju, silakan berhadapan dengan hukum. Negara tidak bisa ditawar,” tegasnya.
Langkah ini menjadi titik balik bagi pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Negara berusaha memastikan lahan sawit kembali dikelola secara legal, produktif, dan berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir elit bisnis yang merampas hak negara.**




Komentar