Jakarta,|Derap1News.com
Polemik soal kunjungan lima cendekiawan Nahdliyin ke Israel terus bergulir bagai bola salju. Lima cendekiawan muda yang diketahui melawat ke Israel dan bahkan melangsungkan pertemuan dengan Presiden Isaac Herzog di Yerusalem Barat awal Juli ini, merupakan bagian dari rombongan yang secara keseluruhan beranggotakan delapan orang. Di dalam rombongan itu juga terdapat Rabbi Yaakov Baruch.
Juru bicara II Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat, yang ikut diburu wartawan karena lawatan itu, mengatakan tidak dalam posisi untuk memberikan komentar karena dalam bentuk apapun, lawatan itu tidak ada kaitannya dengan posisi resmi pemerintah Indonesia menyikapi konflik Israel-Palestina.
“Dapat saya tekankan bahwa kunjungan tersebut tidak terkait dalam bentuk apapun dengan posisi resmi pemerintah Indonesia,” tegas Rolliansyah.
MUI Sesalkan Lawatan Lima Cendikiawan NU
Diwawancarai melalui telepon, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hakim menyesalkan kunjungan yang disebutnya sebagai “perbuatan tercela dan tidak terhormat.”
“Kalau akal sehat digunakan, bagaimana mungkin pada saat pembunuhan bear-besaran yang dilakukan oleh Israel Defense Forces terhadap rakyat Palestina yang tidak pernah berhenti, ada lima aktivis dari Nahdlatul Ulama yang bertemu, melakukan pembicaraan dengan presiden Israel, yaitu presiden dari sebuah negara yang sedang melakukan genosida dan melanggar hukum internasional,” katanya kepada VOA.
Sudarnoto mengatakan tidak tahu persis maksud kunjungan yang dinilainya “tidak peka” dan “tidak memiliki sensitivitas kemanusiaan.” Ia menuntut kelima cendekiawan itu untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat dan menyerukan kepada pemimpin PBNU untuk mengambil langkah menyikapi hal ini.
Pengamat Pertanyakan Tujuan Lawatan
Diwawancarai secara terpisah, Yon Machmudi, pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, menyebut lawatan itu sebagai pukulan terburuk bagi diplomasi Indonesia, dan mencoreng lembaga yang menjadi wadah bagi kelima cendekiawan muda itu.
Yon kembali menggarisbawahi sikap tegas pemerintah Indonesia dan Nadhlatul Ulama, yang senantiasa membela Palestina, dan kini sedang meminta pertanggungjawaban Israel terhadap tragedi kemanusiaan yang sedang terjadi di Gaza. Tetapi lawatan ini justru dapat dimanfaatkan Israel untuk menunjukkan bahwa di tengah kecaman internasional atas apa yang terjadi di Gaza, ada anak-anak muda dari organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yang datang, dan bahkan berdialog dengan presiden mereka.
“Jika dibilang ini bagian dari diplomasi, diplomasi seperti apa yang mau diperjuangkan dalam kondisi hubungan yang sangat timpang,” tanya Yon seraya menambahkan, “(pengaruhnya bagi Indonesia adalah) dari sisu diplomasi, (lawatan lima aktivis NU) itu seperti mencoreng kredibilitas Indonesia di mata dunia internasional, etika sikap pemerintah memang sangat tegas terhadap Israel. Dan kita juga tidak ada hubungan dengan negara Israel sehingga kunjungan apapun namanya tidak bisa dilakukan.”
PBNau : Lawatan Lima Cendikiawan Muda NU Tidak Atas Nama Organisasi
Berbicara pada wartawan di Jakarta, Ketua PBNU Savic Ali menegaskan kunjungan lima cendekiawan muda NU ke Israel itu tidak atas nama organisasinya.
Aktivis Pro- Israel Apresiasi Lawatan Cendikiawan NU
Aktivis pro-Israel yang juga pendiri Yayasan Hadassah of Indonesia Monique Rijkers menilai kunjungan kelima cendekiawan muda NU itu sedianya tidak perlu dipermasalahkan, bahkan di tengah konflik Israel-Hamas yang sudah berlangsung lebih dari sepuluh bulan ini, “orang Indonesia juga perlu mendengar dari sisi Israel. Sebab dalam sebuah peristiwa selalu ada dua sisi.”
“Kalau mereka ke sana (Israel), mereka bisa bertemu dengan orang-orang yang menjadi korban. Cendekiawan NU ini bisa melihat langsung lokasi-lokasi kibbutz korban teror Hamas,” ujarnya.
Monique menilai dalam situasi perang jusru harus lebih banyak membangun “jembatan” dan bukan “tembok penghalang.” “Jembatan ini akan menjadi sarana untuk saling mengenal dan mengetahui kondisi yang terjadi sebenarnya,” tambahnya.
Monique, yang sudah beberapa kali ke Israel, mengatakan pemerintah Israel jarang mengundang individu atau perwakilan organisasi non-pemerintah dan keagamaan secara resmi. Inisiatif untuk datang ke sana umumnya datang dari organisasi itu sendiri, people-to-people, ujarnya.
Warga Indonesia Datang ke Israel untuk Wisata atau Beribadah
Meskipun pemerintah Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, setiap tahun ribuan warga Indonesia datang ke Israel lewat negara lain, umumnya untuk wisata atau beribadah.
Dikutip dari situs Statista, jumlah warga Indonesia yang datang ke Israel terus menunjukkan trend kenaikan kecuali saat merebaknya COVID-19 pada tahun 2020-2022, yaitu 353.000 orang pada tahun 2018, dan merangkak naik menjadi 387.000 orang pada tahun 2019.
Mendiang Abdurrahman Wahid, saat menjabat sebagai Ketua PBNU, pernah berkunjung ke Israel tahun 1994 atas undangan Shimon Perez, yang kemudian menjadi perdana menteri. Kunjungan Gus Dur itu hanya berselang satu tahun setelah kunjungan bersejarah Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin ke Indonesia pada tahun 1993. Gus Dur melakukan kunjungan kedua pada tahun 1997 dan sesekali menerima delagasi dari Israel di Jakarta.
Yahya Staquf, yang saat ini menjadi Ketua Umum PBNU, juga pernah melawat ke Israel pada tahun 2018.**