Disebut Bisa Picu Perang Dunia ke 3, Akibat Kematian Presiden Iran Raisi, Kok Bisa?

Jakarta, derap1news – Kematian Presiden Iran Ebrahim Raisi dalam sebuah kecelakaan helikopter hari Minggu dilaporkan meninbulkan ketakutan Amerika Serikat (AS). Mengutip laman Politico, dikatakan bagaimana pejabat pemerintah Presiden AS Joe Biden takut ini akan membuat Paman Sam atau Israel terseret.

Pemerintah AS disebut mengamati dengan cermat bagaimana reaksi Iran terhadap kematian mendadak sang presiden. Namun di sisi lain, Wshington khawatir bahwa satu tuduhan saja mungkin bisa meningkatkan ketegangan dengan Israel.

“Saya tidak bertaruh pada perubahan kebijakan apa pun,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS, dikutip Rabu (22/5/2024).

“Untuk sementara waktu, bukanlah menjadi sebuah pertanyaan gila untuk bertanya, ‘Apakah ini awal mula Perang Dunia III?’,” tambah seorang pejabat lain meski anonim.

Sejauh ini, Iran telah meluncurkan penyelidikan atas kematian pemimpin utama tersebut. Namun, penyebab resmi kecelakaan itu belum diketahui.

Kecelakaan ini sendiri terjadi saat meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Washington.

Hubungan keduanya negara yang tak menjalin jaringan diplomatik itu meruncing setelah Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran pada tahun 2018, saat menjabat sebagai Presiden, yang membuat Negeri Para Mullah itu mulai kembali dijatuhi deretan sanksi oleh AS. Terbaru, Washington dan Teheran memanas pasca serangan Israel ke Gaza pada 7 Oktober silam, di mana Iran mendukung milisi Gaza Palestina Hamas dan proksi-proksinya seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, sementara AS, pro Israel.

Mengutip Firstpost, sebenarnya kemarahan ke AS sudah dilontarkan Mantan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. Ia menunjuk pada embargo secara tidak langsung bertanggung jawab atas tragedi.

Embargo Washington kepada Teheran yang membuat negara itu tak bisa mengakses suku cadang helikopter yang mumpuni. Diketahui, helikopter yang jatuh itu bertipe Bell 212 buatan AS.

Walaupun begitu, tudingan ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin. Austin menyebut pihaknya tidak berperan dalam terjadinya kecelakaan itu.

“AS tidak punya peran dalam kecelakaan itu. Saya tidak bisa berspekulasi tentang apa yang mungkin menjadi penyebabnya,” tegasnya.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa saat hilangnya helikopter itu, Teheran sempat meminta bantuan kepada Washington. Tetapi AS menolak dengan beralasan sebagian besar karena alasan logistik.

“Kami diminta bantuan oleh pemerintah Iran. Kami menjelaskan kepada mereka bahwa kami akan menawarkan bantuan, seperti yang akan kami lakukan sebagai tanggapan terhadap permintaan pemerintah asing dalam situasi seperti ini,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, kepada wartawan.

“Pada akhirnya, karena alasan logistik, kami tidak dapat memberikan bantuan tersebut,” tambahnya.

Selain AS, tudingan ke Israel juga muncul. Mantan Anggota Parlemen Eropa Nick Griffin berkata ada alasan bahwa intelijen Israel Mossad terlibat dalam kecelakaan itu.

Ini disebabkan dukungan Teheran dan Raisi terhadap proksi-proksinya di Timur Tengah yang saat ini sedang menghadapi Israel. Pada sebuah postingan di X, Griffin mengatakan Raisi dan rekannya dari Azerbaijan baru saja membuka bendungan pembangkit listrik tenaga air Qiz Qalasi di perbatasan mereka.

Menurutnya, peningkatan hubungan Iran dan Azerbaijan hanya akan membantu meredakan ketegangan antara Azerbaijan dan Armenia. Ini tak disukai Israel.

“Israel mendapat untung besar dengan menjual drone dan senjata lain yang digunakan untuk menghancurkan pejuang Armenia di Nagorno-Karabakh. Iran dengan tegas mendukung Armenia,” kata Griffin dikutip Mint.

“Membiarkan pertempuran terus berlangsung merupakan kombinasi keuntungan bagi industri senjata besar Israel dan kebencian kuno,” tambahnya.

Dalam sejarahnya, Israel diketahui beberapa kali berhasil melumpuhkan jenderal Iran. Ini termasuk pembunuhan Tel Aviv terhadap seorang jenderal Iran di Damaskus, Mohammad Reza Zahedi, yang memicu serangan drone dan rudal besar-besaran oleh Teheran pada bulan lalu.

Selain itu, Israel diyakini telah melakukan banyak serangan selama bertahun-tahun yang menargetkan pejabat senior militer Iran dan ilmuwan nuklir. Pada akhir 2020, Tel Aviv bahkan dituding menjadi dalang pembunuhan ilmuwan nuklir paling senior Iran, Mohsen Fakhrizadeh, di dekat ibu kota Teheran.

Tak hanya itu, Raisi juga mengambil langkah keras terhadap Israel setelah perang Gaza. Ia mengutuk serangan Israel ke Gaza dan memberi restu kepada para dua proksi terbesar Teheran, Houthi di Yaman dan Hizbullah di Lebanon, untuk melakukan serangan ke Israel.

Walau begitu, analis lainnya berpandangan teori ini tidak mungkin terjadi. Membunuh presiden yang sedang menjabat merupakan tindakan perang langsung, yang berpotensi memicu tanggapan keras dari Iran. Fokus strategis Israel biasanya tertuju pada sasaran militer dan nuklir dibandingkan tokoh politik terkemuka.

“Ada alasan kuat untuk meragukan keterlibatan Israel,” kata sebuah laporan di The Economist.

“Mereka belum pernah melakukan pembunuhan terhadap seorang kepala negara, sebuah tindakan perang yang jelas akan mengundang respons sengit dari Iran,” tambahnya.

Dilangsir dari : CNBC indonesia

Spread the love
Baca Juga  Ketegangan Meningkat di Inggris: Demonstrasi Anti-Imigrasi dan Anti-Rasisme Bentrok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *