Rokan Hilir, derap1news – Program unggulan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, yang dikenal sebagai Sistem Informasi Kepenghuluan Online Nan Canggih (Si Koncang), kini menjadi sorotan. Proyek yang digagas Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong, pada 2022 ini awalnya bertujuan menciptakan tata kelola pemerintahan berbasis teknologi yang efektif dan efisien.
Namun, alih-alih menjadi inovasi yang membanggakan, proyek senilai Rp7,95 miliar itu justru mangkrak dan diduga menyisakan potensi tindak pidana korupsi.
Sebanyak 159 perangkat Si Koncang, yang masing-masing bernilai sekitar Rp52 juta, telah didistribusikan ke seluruh desa dan kepenghuluan di Rokan Hilir. Sayangnya, perangkat ini dilaporkan tidak dapat difungsikan sejak awal sehingga kini hanya menjadi barang rongsokan di kantor-kantor desa. Proyek ini didanai menggunakan Dana Desa, yang semestinya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.
Saat pertama kali diluncurkan pada 6 Oktober 2022, Si Koncang sempat digadang-gadang sebagai terobosan baru di Indonesia. Namun, kebanggaan tersebut kini berubah menjadi kekecewaan mendalam setelah terungkap berbagai dugaan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian rakyat hingga miliaran rupiah. Beberapa desa bahkan dilaporkan berada di ambang kebangkrutan karena dana desa habis tanpa manfaat yang jelas.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Riau, Nanang, mengungkapkan bahwa indikasi korupsi dalam proyek ini semakin kuat. “Tidak ada pembangunan yang nyata, tetapi anggaran habis. Beberapa kepala desa terlihat hidup mewah dengan aset pribadi seperti mobil dan properti baru, sementara kondisi desa tetap memprihatinkan. Jalan-jalan berlubang dan proyek jembatan terbengkalai,” ujarnya.
Nanang juga menyebut laporan keuangan program ini tidak sesuai dengan realisasi di lapangan. Menurutnya, pihaknya telah mengumpulkan bukti-bukti kuat terkait dugaan penyelewengan dana. Ia mendesak Kejaksaan Negeri Rokan Hilir untuk serius menangani kasus ini sebelum kerugian semakin membesar.
Akibat mangkraknya proyek ini, sejumlah desa terpaksa menanggung utang. Dana desa yang dialokasikan untuk proyek Si Koncang membuat pembangunan infrastruktur penting seperti jalan dan fasilitas publik terbengkalai. Ironisnya, warga bahkan harus menggalang dana swadaya untuk memperbaiki jalan yang rusak, sebuah paradoks di tengah anggaran besar yang telah digelontorkan.
Beberapa tokoh masyarakat mencurigai adanya keterlibatan oknum pejabat daerah dan anggota DPRD dalam penyimpangan anggaran. “Fungsi pengawasan DPRD seakan tidak berjalan. Jangan-jangan ada kongkalikong di balik ini semua,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Ketidakseriusan Kejaksaan Negeri Rokan Hilir dalam menangani laporan ini menuai kritik tajam. Publik mendesak Kejaksaan Tinggi Riau untuk turun tangan. Ketua BEM Nusantara Riau, Nanang, bahkan mengancam akan menggelar aksi besar-besaran jika tidak ada perkembangan signifikan dalam kasus ini.“Kami membutuhkan transparansi penuh dan tindakan tegas. Jika terus dibiarkan, bukan hanya program ini yang hancur, tetapi masa depan desa-desa di Rokan Hilir juga akan suram,” tegasnya.
Masyarakat Rokan Hilir kini berharap adanya keadilan dan pengelolaan anggaran yang lebih baik di masa depan. Mereka menginginkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi, sekaligus meminta pemerintah daerah menunjukkan komitmennya dalam membangun desa-desa dengan tata kelola yang bersih dan transparan.
Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan para pemangku kebijakan akan semakin terkikis.