Peristiwa
Beranda / Peristiwa / Restorative Justice: Kejaksaan Maluku Selesaikan Kasus Penganiayaan Tanpa Proses Pengadilan

Restorative Justice: Kejaksaan Maluku Selesaikan Kasus Penganiayaan Tanpa Proses Pengadilan

Ambon, derap1news  – Kejaksaan Tinggi Maluku resmi menghentikan penuntutan perkara penganiayaan yang melibatkan tersangka AI alias Toni terhadap korban Raja Negeri Layeni, Roy Marthen Tewernussa. Penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan prinsip keadilan restoratif setelah tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.

Keputusan ini diambil setelah Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Dr. Jefferdian, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Yunardi, S.H., M.H., beserta jajarannya, menyetujui usulan penghentian penuntutan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Maluku Tengah. Persetujuan tersebut diberikan dalam pertemuan yang dilakukan secara virtual pada Rabu (5/3/2025) di ruang Video Conference Pidum.

Kasus ini bermula dari kesalahpahaman antara AI alias Toni dan Raja Negeri Layeni, Roy Marthen Tewernussa, yang berujung pada tindak penganiayaan. Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Waipia, yang menindaklanjuti perkara ini hingga ke tahap pelimpahan ke Kejaksaan Negeri Maluku Tengah.

Dalam upaya menyelesaikan perkara secara damai, Tim Restorative Justice Kejaksaan Negeri Maluku Tengah menginisiasi mediasi yang berlangsung di Gereja Baptis, Waipia, Kabupaten Maluku Tengah. Mediasi ini dihadiri oleh istri tersangka, Ketrina Jaso, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, serta saksi korban Roy Marthen Tewernussa.

Hasilnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai tanpa syarat. Korban secara terbuka memaafkan tersangka tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apa pun. Proses perdamaian ini disaksikan oleh Kasi Pidum Kejari Maluku Tengah, Fitria Tuahuns, S.H., serta penyidik kepolisian dan masyarakat setempat.

Persetujuan Penghentian Penuntutan
Menindaklanjuti hasil mediasi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Maluku Tengah, Nur Akhirman, S.H., M.Hum., melalui sarana video conference, mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI.

Jampidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.H., bersama timnya, mempertimbangkan bahwa perkara ini memenuhi syarat untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Syarat tersebut meliputi:

Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara.
Nilai kerugian yang ditimbulkan tidak melebihi Rp2.500.000.
Setelah melalui kajian, Jampidum menyetujui penghentian penuntutan atas perkara ini berdasarkan prinsip keadilan restoratif.

Dalam pelaksanaan keadilan restoratif di Kejaksaan Tinggi Maluku, turut hadir sejumlah pejabat dan jaksa fungsional, di antaranya Kasi A. Hadjat, S.H., Kasi B. Junetha Pattiasina, S.H., M.H., Kasi C. Ahmad Latupono, S.H., M.H., serta Kasi D. Achmad Attamimi, S.H., M.H.

Keberhasilan penghentian penuntutan ini menjadi bukti nyata komitmen Kejaksaan dalam mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana ringan. Dengan mengutamakan mediasi dan perdamaian, Kejaksaan berharap dapat menciptakan keadilan yang lebih humanis serta menjaga harmoni di tengah masyarakat.

Spread the love
Baca Juga  Janji 2015 Terlupakan, PT PALM Terancam Tutup Pasca Kebakaran Baru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *