Rokan Hilir, derap1news – Aktivitas penambangan galian C ilegal semakin merajalela di Kabupaten Rokan Hilir. Berdasarkan pantauan beberapa media, pada hari selasa, 29 oktober 2024 ditemukan empat titik penambangan ilegal yang diduga tidak memiliki izin operasional yang lengkap. Empat titik lokasi penambangan tersebut berada di Kecamatan Tanah Putih, Rokan Hilir, Riau, Indonesia, dengan masing-masing lokasi terindikasi sebagai milik individu-individu yang berbeda, bahkan salah satu di antaranya diduga dimiliki oleh oknum anggota Brimob.
Lokasi penambangan ilegal tersebut antara lain:
Seminai KM 4 Manggala Teluk Mega,
Tanah Putih, Hwh2+7w, Tlk. Mega, dengan pemilik inisial Thr (koordinat: 1.5761770, 100.903560)
Manggala Simpang Kerang kelurahan Sedinginan. Banjar XII, Tanah Putih, dengan pemilik inisial J (koordinat: 1.6003940, 100.998250).
Manggala Simpang Kerang kelurahan Sedinginan.Tanah Putih, dengan pemilik inisial To.
Seminai KM 4 Manggala, diduga milik oknum Brimob berinisial P.
Keberadaan aktivitas ini seolah tak tersentuh oleh penegakan hukum, menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan aparat, terutama Polres Rokan Hilir, dalam menindak praktik ilegal ini.
Menurut Ir. Ganda Mora SH, M.Si dari Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA), aktivitas tambang galian C yang tidak mengantongi izin ini membawa dampak serius pada lingkungan. “Aktivitas pengerukan yang berlebihan di Kecamatan Tanah Putih tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan sangat mengkhawatirkan dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang luas,” tegasnya.
Beberapa dampak negatif dari aktivitas ini antara lain:
Kerusakan Ekosistem: Eksploitasi tanah secara besar-besaran dapat merusak kesuburan tanah dan mengganggu ekosistem.
Pencemaran Air: Limbah tambang berpotensi mencemari air tanah dan permukaan, mengancam kualitas air bagi warga sekitar.
Risiko Bencana: Penggalian tanpa prosedur yang benar dapat menyebabkan ketidakseimbangan struktur tanah, meningkatkan risiko longsor dan erosi.
Gangguan bagi Masyarakat: Polusi udara dari debu dan kebisingan alat berat menurunkan kenyamanan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Kegiatan tambang ilegal ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan aturan ini, setiap aktivitas pertambangan wajib memiliki sejumlah izin, antara lain:
Izin Usaha Pertambangan (IUP): Diterbitkan oleh pemerintah daerah atau pusat, termasuk dokumen izin lingkungan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL): Wajib untuk mengetahui dampak aktivitas terhadap lingkungan sekitar.
Izin Lingkungan: Dibutuhkan untuk memastikan aktivitas tambang tidak merusak lingkungan.
Izin Penggunaan Lahan: Legalitas lahan harus dipastikan agar tidak berada di area terlarang seperti hutan lindung.
Ganda Mora menyatakan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan tegas terhadap tambang ilegal ini, Yayasan SALAMBA akan meminta Kabag Reskrimsus Mabes Polri untuk turun tangan melakukan penyelidikan. Sebelumnya, aktivitas tambang di Tanah Putih sempat berhenti setelah razia tim Dirkrimsus Polda Riau, namun anehnya, operasi kembali berlangsung tidak lama setelah itu.
Kapolres Rokan Hilir, AKBP Isa Imam Syahroni, S.I.K M.H, dan Kasatreskrim Polres Rohil, AKP I Putu Ade Juniwinata, S.TrK. M.si, hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan terkait temuan ini. Sementara itu, muncul spekulasi mengenai dugaan adanya keterlibatan aparat dalam praktik tambang ilegal ini, namun pihak Kapolres Rohil sudah membantah isu tersebut.
Dengan adanya dugaan jaringan mafia tambang yang kuat dan terorganisir, penanganan kasus ini akan menjadi ujian serius bagi aparat setempat untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga penegakan hukum dan pelestarian lingkungan di Kabupaten Rokan Hilir.