
Pekanbaru, derap1news – Penanganan kasus dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) senilai Rp551 miliar oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dinilai lamban dan terkesan diulur-ulur. Pasalnya, sejak status kasus ini naik ke tahap penyidikan pada 11 Juni 2025, Kejati Riau baru menahan satu tersangka, yakni Rahman, selaku Direktur Utama PT SPRH.
Padahal, menurut Ketua Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, SH, M.Si, seluruh bukti dan dokumen pendukung sudah sangat jelas untuk menyeret pihak-pihak lain yang diduga ikut terlibat.
“Kasus ini sudah lima bulan naik ke tahap penyidikan, tapi baru Dirut yang ditahan. Sementara oknum lain, seperti Z, masih bebas tanpa upaya paksa maupun status DPO. Kami mempertanyakan keseriusan Kejati Riau dalam mengusut tuntas kasus ini,” tegas Ganda Mora, Rabu (23/10/2025).
Oknum Pengacara Diduga Terima Dana Rp46 Miliar
Ganda Mora juga menyoroti peran oknum pengacara berinisial Z, yang disebut-sebut merupakan pihak penting dalam penanganan kasus ini. Berdasarkan dokumen dan kwitansi resmi dari bendahara PT SPRH, Z diduga menerima dana sebesar Rp46 miliar untuk membeli kebun kelapa sawit dalam rangka rencana bisnis perusahaan.
Namun, hingga kini, penggunaan dana Rp46 miliar itu tak jelas arah dan peruntukannya. Lebih ironis lagi, meski sudah tiga kali dipanggil oleh penyidik Kejati Riau, Z tidak pernah hadir dan belum juga dikenai upaya paksa.
“Kami heran, bagaimana mungkin seseorang yang sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik tidak dijemput paksa? Ini seperti ada yang dilindungi,” ujar Ganda Mora dengan nada kecewa.
INPEST juga mempertanyakan lambannya proses pemeriksaan terhadap mantan Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong, yang disebut ikut menandatangani sejumlah pencairan dana PI tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Afrizal Sintong baru sekali dipanggil. Padahal, ia punya kewenangan besar dalam kebijakan penggunaan dana PI. Masyarakat wajar curiga bila Kejati tampak ragu untuk melangkah lebih jauh,” tambah Ganda Mora.
Sebagai informasi, dana Participating Interest (PI) merupakan hasil kerja sama pengelolaan Blok Rokan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang semestinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Rokan Hilir. Namun, dalam perjalanannya, dana jumbo sebesar Rp551 miliar itu justru diduga diselewengkan dan tidak tepat sasaran.
Menurut Ganda Mora, kasus ini seharusnya menjadi “role model” bagi Kejati Riau untuk membuktikan komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu.
“Publik sedang menunggu bukti bahwa hukum benar-benar tajam ke atas, bukan hanya ke bawah. Jika Kejati Riau berani, kasus ini akan menjadi momentum besar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” pungkasnya.
Kasus dugaan korupsi dana PI PT SPRH menjadi salah satu perkara bernilai fantastis di Provinsi Riau tahun ini. Publik kini menanti langkah tegas Kejati Riau dalam membongkar seluruh jaringan pelaku ,apakah akan berujung pada keadilan, atau kembali menjadi cerita klasik penegakan hukum yang berhenti di tengah jalan.




Komentar