
derap1news – Persaingan komoditas perkebunan semakin menarik perhatian para petani dan investor. Dua komoditas yang kerap dibandingkan adalah durian Musang King dan kelapa sawit. Keduanya sama-sama memiliki prospek cerah, namun berbeda dari segi modal, waktu panen, dan potensi keuntungan.
Berdasarkan analisis skala 1 hektare, durian Musang King membutuhkan modal awal sekitar Rp 42 juta, sementara sawit memerlukan sekitar Rp 29 juta. Perbedaan biaya ini dipengaruhi harga bibit premium Musang King yang mencapai Rp 150 ribu per pohon.
Dari sisi waktu, sawit lebih cepat berproduksi dengan panen perdana pada tahun ke-3, sedangkan Musang King baru bisa dipanen mulai tahun ke-4 dan optimal di tahun ke-6. Namun, perbedaan ini terbayar saat melihat potensi hasil.
Saat memasuki masa produksi optimal, Musang King mampu menghasilkan hingga 9 ton buah per tahun dengan harga pasar premium sekitar Rp 120 ribu per kilogram. Artinya, pendapatan kotor bisa mencapai Rp 1,08 miliar per tahun, dengan laba bersih sekitar Rp 1,06 miliar setelah dikurangi biaya perawatan.
Sementara itu, sawit pada masa optimal mampu memproduksi sekitar 46 ton TBS per tahun. Dengan harga TBS rata-rata Rp 2.300 per kilogram, pendapatan kotor berada di kisaran Rp 106 juta per tahun, dan laba bersih sekitar Rp 94 juta.
Perbandingan ini menunjukkan selisih keuntungan yang sangat besar. Musang King berpotensi menghasilkan 10 kali lipat lebih banyak dibanding sawit per tahun. Namun, risikonya juga lebih tinggi, mulai dari rentan penyakit akar hingga kebutuhan drainase yang baik.
“Kalau petani mau hasil cepat, sawit lebih aman. Tapi kalau siap menunggu dan punya modal, Musang King jauh lebih menguntungkan,” ujar salah satu pengamat pertanian lokal.
Dengan prospek pasar ekspor dan permintaan domestik premium yang terus meningkat, Musang King kini mulai dilirik sebagai alternatif investasi jangka panjang. Namun, bagi sebagian petani, sawit tetap menjadi pilihan utama karena kestabilan pasar dan penyerapan hasil yang terjamin. (chan)




Komentar