
Jakarta, Derap1news – Skandal aliran dana sawit kembali mencuat ke permukaan. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tercatat telah menyalurkan subsidi biodiesel hingga Rp179 triliun sepanjang 2015–2023. Ironisnya, mayoritas dana justru mengalir deras ke konglomerasi sawit, bukan untuk petani kecil maupun program peremajaan sawit rakyat.
Ketua Umum Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, mengingatkan bahwa praktik ini tidak boleh dibiarkan.
“Berita ini sempat muncul pada 2020, lalu tenggelam begitu saja. Harus diviralkan kembali, karena di Indonesia berlaku prinsip no viral, no justice,” tegasnya dalam wawancara eksklusif, Jumat (5/9/2025).
Dana Triliunan untuk Konglomerat
Data menunjukkan lonjakan fantastis subsidi biodiesel dari Rp467,21 miliar pada 2015 menjadi Rp10,68 triliun pada 2016, atau naik hampir 2.000 persen. Lima grup besar – Wilmar, Musim Mas, Darmex Agro, First Resources, dan Louis Dreyfus Company – disebut menyerap hingga 81,8 persen dana subsidi pada 2017 dengan total Rp7,5 triliun.
Padahal, menurut UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, dana pungutan sawit seharusnya diprioritaskan untuk pengembangan SDM, riset, peremajaan tanaman, dan infrastruktur perkebunan, bukan sekadar memperkaya segelintir taipan.
“Kalau aset PT Duta Palma (Darmex Group) sudah disita negara, bagaimana dengan subsidi BPDPKS yang mereka terima? Kenapa bukan Palm.co milik negara atau lahan rakyat yang mendapat dukungan? Ini jelas melenceng dari aturan,” sindir Ganda Mora.
Jejak Subsidi Fantastis
Laporan INPEST dan data BPDPKS mencatat beberapa perusahaan penerima subsidi terbesar, di antaranya:
Wilmar: Rp56,61 triliun
Musim Mas: Rp26,46 triliun
Royal Golden Eagle: Rp21,31 triliun
Permata Hijau: Rp14,91 triliun
Sinar Mas: Rp14,03 triliun
Darmex Agro: Rp10,71 triliun
Selain itu, dana subsidi juga disalurkan untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR) senilai Rp2,4 triliun pada 2019, penelitian Rp98,4 miliar, pengembangan SDM Rp30,8 miliar, dan promosi Rp37,7 miliar. Namun, realisasi dan manfaatnya masih dipertanyakan publik.
Desakan Audit dan Penegakan Hukum
Ganda Mora menuntut KPK, Kejaksaan Agung, dan BPK RI segera mengaudit serta mengusut dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengelolaan dana sawit.
“Dana ini hasil pungutan dari seluruh pelaku usaha, termasuk petani kecil. Jangan sampai hanya jadi bancakan konglomerat,” ujarnya.
Rieke Diah Pitaloka: “Balikin Duitnya, Sita Asetnya”
Sorotan tajam juga datang dari Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR RI periode 2024–2029. Ia mendukung langkah Kejagung yang tengah menyelidiki 23 perusahaan dengan indikasi penyimpangan dana sawit senilai Rp57,55 triliun.
“Balikin duitnya, sita asetnya. Kelola untuk negara, bekerja sama dengan perkebunan rakyat dan koperasi,” tegas Rieke dalam sebuah video yang beredar.
Ia juga mengingatkan soal pengelolaan PT Agrinas Palma Nusantara (BUMN) yang berpotensi merugikan negara hingga Rp144 triliun per tahun di lahan seluas 3,7 juta hektar.
Publik Menanti Transparansi
Kasus ini menjadi ujian besar bagi aparat penegak hukum. Desakan masyarakat sipil dan dukungan politisi diyakini dapat membuka jalan bagi transparansi dan keadilan.
“Tanpa keberanian publikasi, penyimpangan dana sawit akan terus berulang. Rakyat menunggu langkah nyata Kejaksaan Agung,” tutup Ganda Mora.
Sumber / Setuju.com




Komentar